Jakarta, Kabarmonitor.com-- Selasa 10 Oktober 2023, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
Tersangka Amiluddin dari Cabang Kejaksaan Negeri Mandailing Natal di Kotanopan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Halomoan, SSI dari Kejaksaan Negeri Medan, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka Haryanto bin (Alm.) Wongso Dijoyo dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur, yang disangka melanggar Pasal 45 Ayat (3) Jo. Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Tersangka Dheni Candra Saftian bin Sarmin dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka I Muhammad Farid Abdurrohman bin Muslim Panani dan Tersangka II Agung Reza Andika bin Samin dari Kejaksaan Negeri Lampung Barat, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3, ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Tersangka Jainuddin bin Suhanda dari Kejaksaan Negeri Tanggamus, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Fandy Ahmad Fadillah Pawae dari Kejaksaan Negeri Sorong, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka France Yarangga Siwana alias France dari Kejaksaan Negeri Sorong, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1) Konfirmasi awak media pada Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. KETUT SUMEDANA
Redaksi Hardedi