Jakarta, Kabarmonitor.com-- Rabu 18 Oktober 2023, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 9 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
Tersangka Deden Mastur bin H. Amin (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Sa’roni bin Muchtar dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Agus Kusnadi bin (Alm) Supriyadi dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Andika als Dika bin Mardanih dari Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Sony Mandala alias Sony bin Azwardi Anwar dari Kejaksaan Negeri Bangka Barat, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Ayel bin Tatal dari Kejaksaan Negeri Bangka Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Nazori als Erik bin Abas dari Kejaksaan Negeri Bangka Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Muhammad Ilham Pangian pgl Ilham bin Anton Roberto dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan Jo. Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Tersangka Herwin Sirait dari Kejaksaan Negeri Asahan, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1) Konfirmasi awak media pada Kepala Pusat Penerangan Hukum. Dr. KETUT SUMEDANA
Redaksi Hardedi