Pekanbaru, Kabarmonitor.com- Terkait kasus perampasan mobil milik warga Kandis, Kab. Siak, Riko Prayogi yang ditangani oleh Polda Riau masih berada dalam tahap penyidikan, sejak dimulai pada 22 September 2023 lalu seiring dengan terbitnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang ditandatangani oleh Direskrimum Polda Riau Kombes Pol Asep Darmawan, SH.,S.I.K selaku penyidik. Namun dalam prosesnya, dinilai banyak kejanggalan dan terkesan berpihak kepada Terlapor.
Demikian disampaikan Kuasa Hukum Pelapor Syafrudin Simbolon, SH.,MH saat berbincang di Pekanbaru, Kamis (4/1).
Dijelaskan Syafrudin, kejadian yang menimpa kliennya adalah murni tindak pidana perampasan. Yang mana, saat itu pada hari Rabu, 5 Mei 2023 lalu mobil toyota Avanza milik kliennya Riko Prayogi diserempet, dicegat dan diambil paksa oleh Pemilik Showroom Cahaya Abadi Auto Mobil Sadarudin Lubis DKK. Mirisnya, hal itu terjadi saat kliennya sedang dalam perjalanan membawa anak nya menuju Rumah Sakit di Pekanbaru.
"Mobil itu memang dibeli dari showroom Cahaya Abadi Auto Mobil secara kredit melalui Adira Finance. Betul dalam keaadaan menunggak, sekitar 2 bulan, lantas apakah pihak showroom punya hak mengambil paksa ?
Dalam hal ini, yang punya wewenang Adira Finance dan itupun harus disertai dengan surat perintah dari Pengadilan Negeri karena unit itu objek fidusia. Jelas itu perampasan, dan itu terjadi saat malam hari, diserempet dan dipaksa berhenti di tengah perjalanan, tepat di pintu keluar tol Dumai-Pekanbaru, di Rumbai" terangnya.
Saat ini, perkara itu ditangani oleh Polda Riau di Subdit 3 Jatanras Polda Riau. Dalam prosesnya, pihak Pelapor dikejutkan dengan perubahan pasal yang awalnya di STPL Nomor STTLP/B/255/VI/2023/SPKT/POLDA RIAU disebutkan Dugaan Tindak Pidana Perampasan pasal 368 KUHP, kemudian saat pihak Pelapor menerima SPDP Nomor SPDP/131/IX/RES.1.24./2023/Ditreskrimum pasal 368 KUHP tersebut dirubah menjadi pasal 335 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
"Ini kejanggalan Pertama. Atas dasar apa pasal tersebut bisa berubah ? Merubah pasal dalam perkara tersebut jelas menyalahi dan menghianati supremasi Hukum bang, hal ini tentu sangat bertentangan dengan konstitusi. Dampaknya telah mengotori kepercayaan masyarakat dalam proses penegakan hukum terutama Kepolisian RI dalam hal ini unit Jatanras Polda Riau" ujar Syafrudin.
Syafrudin mengatakan merubah pasal itu tidak ada dasar hukumnya. "Itu ada regulasinya loh. Menempatkan pasal pasal sesuai dengan keadaan atau peristiwa pidana yang terjadi. Inilah bentuk nyata kesewenang-wenangan dalam penegakan hukum oleh Jatanras Polda Riau yang terkesan berpihak kepada Pelaku Kejahatan" tukasnya.
Kejanggalan selanjutnya adalah Barang Bukti yakni 1 unit mobil toyota avanza milik Pelapor tidak berada di Polda Riau. Terkait barang bukti yang disita harus ditempatkan di tempat khusus. Dalam hal di Polda Riau, harusnya ada di Dittahti Polda Riau. "Mereka (Subdit 3 Jatanras Polda Riau-red) sebut barang bukti dititip rawatkan ? Coba baca Perkap 8 tahun 2014 apa ada istilah titip rawat ? Yang ada Pinjam Pakai itupun dengan berbagai pertimbangan dan ada ketentuan-ketentuan yang wajib disanggupi" ujar Syafrudin.
Dan kalaupun dipinjam pakaikan, sambung Syafrudin, harus dengan surat rekomendasi dari atasan penyidik dan disertai dengan berita acara. "Jangankan menerima, sampai saat ini diperlihatkan kepada kami pun tidak. Itu barang bukti milik klien kita, harus jelas administrasi pengelolaan barang buktinya. Kalau barang bukti itu rusak atau parahnya hilang, siapa yang tanggung jawab ? Kalau tidak jelas surat menyurat dan berita acaranya, siapa yang mau disalahkan ?" Tandasnya.
Terpisah, Kasubdit 3 Jatanras Polda Riau Kompol Indra Lamhot Sihombing, S.I.K mengatakan perubahan pasal yang terjadi sudah melalui proses gelar perkara prosedural.
"Gelar perkara itu kan bang dihadiri oleh semua pihak, bukan pihah kita saja. Dari mulai penyelidikan ke penyidikan sampai dengan penetapan tersangka dan seterusnya sampai nanti ke Jaksa" sebut Indra saat diwawancarai wartawan, Jum'at (5/1).
Disinggung kenapa bisa terjadi perubahan pasal ke 335 KUHP dari yang awalnya pasal 368 KUHP, Indra mengatakan terkait materi hukum nanti urusannya di Pengadilan. "Ya kalau materi, nanti kan kita debat hukumnya di Pengadilan kalau materi hukum kan bang. Tapi perubahan pasal itu sudah berdasarkan hasil gelar perkara" terangnya.
Pada prosesnya, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dikeluarkan setelah gelar perkara. Hal itu dibenarkan oleh Kasubdit 3 Jatanras Polda Riau Kompol Indra Lamhot Sihombing, S.I.K. "Ya betul, dari Lidik ke Penyidikan itu berdasarkan gelar perkara lalu kita terbitkan SPDP" ujarnya.
Terkait Barang Bukti, Indra mengatakan telah disita dan dititip rawatkan ke PT. Adira. "Titip rawat, sama halnya dengan pinjam pakai, di PT. Adira itu. Dari pada nanti barang bukti rusak, nah itu biasanya kita lakukan kebijakan titip rawat. Ke PT atau leasing yang dimaksud, yang punya legalitas dan bisa bertanggung jawab" sebutnya.
"Karena kan masih dalam tahap pembiyaan (Kredit-red) disana" imbuh Indra.
Terakhir, terkait administrasi pengelolaan barang bukti (Surat Menyurat, Berita Acara dll), dalam hal ini Titip Rawat yang tidak diketahui oleh pihak Pelapor, Indra mengatakan Pelapor bukan pihak yang dikatakan berhak dalam hal tersebut.
"Karena kan masih dalam objek fidusia statusnya, bukan dibayar cash. Masih dalam pembiayaan leasing, kalau dia bayar cash berarti sudah atas nama dia" tutup Indra.
(Tim , Andi putra )